Siapa yang mau rugi dalam berinvestasi di pasar modal? tentu saya yakin tidak ada yag mau. Lazimnya kita pasti berharap keuntungan yang melimpah dari investasi maupun trading di pasar saham. Namun apa jadinya jika ternyata, tiba-tiba, harga saham yang kita pegang saat ini jatuh tersungkur, dengan floating loss yang sangat besar?
Saya pernah. dan bukan hanya sekali melainkan dua kali. dan dua-duanya memiliki ending yang berbeda-beda. Bagaimana ceritanya?
Jadi begini, sistem yang saya gunakan saat ini adalah modifikasi dari berbagai literatur yang saya baca, lihat di youtube, baca di blog, tanya dengan expert maupun hasil experiment saya menggunakan amibroker. Dalam sistem yang saya kembangkan, metode pemilihan sahamnya pada waktu itu sedikit extrem, karena target profit tahunan yang saya incar cukup tinggi. Diatas target profit expert yang menjadi rujukan saya..hahaha. Katakanlah diatas 50% per tahun.
Jadi ketika ada potensi saham yang menurut sistem saya akan bergerak naik terus ke atas, maka sistem akan memberikan sinyal (oia, saya tidak membangun robot, sistemnya masih semi manual). Nah ada 2 parameter yang saya abaikan ketika memilih dan memberi saham. jadi ketika sistem memberikan sinyal (saya mengabaikan 2 paramater itu) maka akan langsung saya eksekusi. Kalo bisa pakai teknik HAKA (hajar kanan, gak pakai nawar).
Nah, untuk kasus pertama, ternyata salah satu paramater tersebut mencegah sistem untuk memilih saham gorengan. Cuma karena saya menghilangkan salah satu paramater tersebut maka saham gorengan pun akan masuk radar. dan cuss hajar kanan. Trading pertama, profit 100% dalam beberapa hari. Karena masih penasaran, saya kemudian open posisi untuk trading kedua. Trading kedua, pada saham yang sama, profit kira-kira 20%an, esoknya..tetiba longsor. Auto Reject Bawah (ARB). Saham dari profit 20% jadi minus 5%. Alamak! Tapi masih dalam batas aman karena saya sudah memasang auto stop loss di angka lebih dari 5%.
Karena masih yakin itu cuma koreksi sehat, maka saya memutuskan untuk tidak jual saham tersebut. Esoknya saya masih yakin harga akan kebali normal atau setidaknya koreksi sedikit. Tapi yang terjadi adalah saham langsung ARB. Kalo ini harga langsung loncat ke minus 25%, seolah tidak ada yang mau membeli ketika harga bergerak turun. Volume transaksipun minim. otomatis kali ini saya menanggung 30% floating loss.
Penurunan harga saham terus terjadi. dalam satu minggu harga saham tinggal 20%nya, alias floating loss mencapai 80%!! Apakah saya stress.. tentu iya.. apakah saya berlama-lama stress? tentu tidak. Kenapa hal ini sampai tidak berpengaruh signifikan kepada saya. Pertama, saya sudah memitigasi risiko sedari awal dengan cara diversifikasi. Pun kalo terus turun sampai emitennya bankrut tidak sampai menggerus habis modal saya. Saya masih bisa bertarung. Kedua, Untuk menutup kerugian..masih ada lagi cara yang bisa digunakan supaya psikologi trading tidak terganggu, tapi meresikokan modal 2x lipat dari modal awal. Kalo sampai gagal mungkin saya harus ambil libur dulu untuk tidak trading untuk menstabilkan psikologi.
Bagaimana cara yang saya gunakan? Jadi teknik ini lumayan beresiko tinggi, dan sebenarnya hanya boleh digunakan pada emiten dengan kondisi keuangan yang super solid, ratio keuangan bagus cuma hanya pasar sedang tidak berselera dengan emiten ini. Nah kenapa teknik ini beresiko tinggi pada waktu itu, karena emiten yangsaya pilih kondisi keuangannya tidak masuk kriteria yang ada.
Singkat kata, saya memberanikan diri untuk Averege Down, alias saya beli lagi dengan Nominal yang sama seperti pembelian pertama. Kenapa nominal yang sama? supaya saya dapat lot saham yang lebih banyak dan secara rata-rata harga pembelian saya turun. waktu itu harga pembelian setelah average down berada pada nilai Rp440an per lembar saham dengan posisi beli ada di Rp 200an perlembar saham.
Khawatir, pasti. dengan kata lain saya berharap agar harga akan naik. Dalam perhitungan saya harga bakal naik. Cirinya adalah jika sebelumnya sisi demand selama 4 hari berturut-turut nyaris tidak ada, nah pada hari ke 5 sisi demand sudah bermunculan. Walaupun dengan penawaran yang lebih rendah dari harga existing tapi setidaknya memberikan keyakinan bahwa masih ada peminat.
Dan benar, harga mulai menunjukkan pemulihan. sedikit-demi sedikit harga naik. Polanyapun sama dengan pola sebelum terjadi kehancuran harga 6-7 hari yang lalu. Saya semakin optimis harga akan semakin naik. Hari pertama naik, disusul dengan hari kedua. Jika sebelumnya harga ada di Rp200an, dua hari terakhir harga sudah mencapai Rp400an, tapi belum melampaui harga pembelian rata-rata saya setelah average down. Hari ketiga ternyata harga masih naik, sedikit-demi sedikit dan mencapai Rp500an, yang artinya saya sudah profit kalo melihat harga rata-rata pembelian saya.
Namun, di hari ketiga ini saya melihat ada tanda-tanda bahaya jika harga akan kembali meluncur turun, dan juga secara psikologi sudah tidak mampu lagi ..hehehe.. akhirnya saya jual dengan posisi profit yang lumayan meski tipis.
Masih penasaran dengan saham tersebut, esoknya saya tengok kembali tapi tanpa niat untuk membeli. Di pagi hari harga saham meloncat tinggi. Ini menandakan optimisme para pelaku pasar. Tapi kekuatan bull ternyata tidak begitu besar, pada sesi kedua harga kembali melorot jauh dibawah harga jual saya. Alhamdulillah.. saya bersyukur sudah keluar dari saham itu, karena penurunan ternyata masih berlanjut hingga dua hari diikuti tren penurunan.
Saya pernah. dan bukan hanya sekali melainkan dua kali. dan dua-duanya memiliki ending yang berbeda-beda. Bagaimana ceritanya?
Jadi begini, sistem yang saya gunakan saat ini adalah modifikasi dari berbagai literatur yang saya baca, lihat di youtube, baca di blog, tanya dengan expert maupun hasil experiment saya menggunakan amibroker. Dalam sistem yang saya kembangkan, metode pemilihan sahamnya pada waktu itu sedikit extrem, karena target profit tahunan yang saya incar cukup tinggi. Diatas target profit expert yang menjadi rujukan saya..hahaha. Katakanlah diatas 50% per tahun.
Jadi ketika ada potensi saham yang menurut sistem saya akan bergerak naik terus ke atas, maka sistem akan memberikan sinyal (oia, saya tidak membangun robot, sistemnya masih semi manual). Nah ada 2 parameter yang saya abaikan ketika memilih dan memberi saham. jadi ketika sistem memberikan sinyal (saya mengabaikan 2 paramater itu) maka akan langsung saya eksekusi. Kalo bisa pakai teknik HAKA (hajar kanan, gak pakai nawar).
Nah, untuk kasus pertama, ternyata salah satu paramater tersebut mencegah sistem untuk memilih saham gorengan. Cuma karena saya menghilangkan salah satu paramater tersebut maka saham gorengan pun akan masuk radar. dan cuss hajar kanan. Trading pertama, profit 100% dalam beberapa hari. Karena masih penasaran, saya kemudian open posisi untuk trading kedua. Trading kedua, pada saham yang sama, profit kira-kira 20%an, esoknya..tetiba longsor. Auto Reject Bawah (ARB). Saham dari profit 20% jadi minus 5%. Alamak! Tapi masih dalam batas aman karena saya sudah memasang auto stop loss di angka lebih dari 5%.
Karena masih yakin itu cuma koreksi sehat, maka saya memutuskan untuk tidak jual saham tersebut. Esoknya saya masih yakin harga akan kebali normal atau setidaknya koreksi sedikit. Tapi yang terjadi adalah saham langsung ARB. Kalo ini harga langsung loncat ke minus 25%, seolah tidak ada yang mau membeli ketika harga bergerak turun. Volume transaksipun minim. otomatis kali ini saya menanggung 30% floating loss.
Penurunan harga saham terus terjadi. dalam satu minggu harga saham tinggal 20%nya, alias floating loss mencapai 80%!! Apakah saya stress.. tentu iya.. apakah saya berlama-lama stress? tentu tidak. Kenapa hal ini sampai tidak berpengaruh signifikan kepada saya. Pertama, saya sudah memitigasi risiko sedari awal dengan cara diversifikasi. Pun kalo terus turun sampai emitennya bankrut tidak sampai menggerus habis modal saya. Saya masih bisa bertarung. Kedua, Untuk menutup kerugian..masih ada lagi cara yang bisa digunakan supaya psikologi trading tidak terganggu, tapi meresikokan modal 2x lipat dari modal awal. Kalo sampai gagal mungkin saya harus ambil libur dulu untuk tidak trading untuk menstabilkan psikologi.
Bagaimana cara yang saya gunakan? Jadi teknik ini lumayan beresiko tinggi, dan sebenarnya hanya boleh digunakan pada emiten dengan kondisi keuangan yang super solid, ratio keuangan bagus cuma hanya pasar sedang tidak berselera dengan emiten ini. Nah kenapa teknik ini beresiko tinggi pada waktu itu, karena emiten yangsaya pilih kondisi keuangannya tidak masuk kriteria yang ada.
Singkat kata, saya memberanikan diri untuk Averege Down, alias saya beli lagi dengan Nominal yang sama seperti pembelian pertama. Kenapa nominal yang sama? supaya saya dapat lot saham yang lebih banyak dan secara rata-rata harga pembelian saya turun. waktu itu harga pembelian setelah average down berada pada nilai Rp440an per lembar saham dengan posisi beli ada di Rp 200an perlembar saham.
Khawatir, pasti. dengan kata lain saya berharap agar harga akan naik. Dalam perhitungan saya harga bakal naik. Cirinya adalah jika sebelumnya sisi demand selama 4 hari berturut-turut nyaris tidak ada, nah pada hari ke 5 sisi demand sudah bermunculan. Walaupun dengan penawaran yang lebih rendah dari harga existing tapi setidaknya memberikan keyakinan bahwa masih ada peminat.
Dan benar, harga mulai menunjukkan pemulihan. sedikit-demi sedikit harga naik. Polanyapun sama dengan pola sebelum terjadi kehancuran harga 6-7 hari yang lalu. Saya semakin optimis harga akan semakin naik. Hari pertama naik, disusul dengan hari kedua. Jika sebelumnya harga ada di Rp200an, dua hari terakhir harga sudah mencapai Rp400an, tapi belum melampaui harga pembelian rata-rata saya setelah average down. Hari ketiga ternyata harga masih naik, sedikit-demi sedikit dan mencapai Rp500an, yang artinya saya sudah profit kalo melihat harga rata-rata pembelian saya.
Namun, di hari ketiga ini saya melihat ada tanda-tanda bahaya jika harga akan kembali meluncur turun, dan juga secara psikologi sudah tidak mampu lagi ..hehehe.. akhirnya saya jual dengan posisi profit yang lumayan meski tipis.
Masih penasaran dengan saham tersebut, esoknya saya tengok kembali tapi tanpa niat untuk membeli. Di pagi hari harga saham meloncat tinggi. Ini menandakan optimisme para pelaku pasar. Tapi kekuatan bull ternyata tidak begitu besar, pada sesi kedua harga kembali melorot jauh dibawah harga jual saya. Alhamdulillah.. saya bersyukur sudah keluar dari saham itu, karena penurunan ternyata masih berlanjut hingga dua hari diikuti tren penurunan.
Dari tading saham ini ada dua pelajaran yang saya petik. pertama, saya harus kembali menggunakan dua indikator yang tidak digunakan untuk mencegah hal yang sama kembali terulang. Kedua, auto sell yang selama ini saya gunakan ternyata tidak menjamin resiko penurunan harga extrem, diperlukan dua atau tiga auto stop loss untuk mengantisipasi penurunan tersebut.
Bisa dibilang cerita diatas adalah pengalaman nyata saya yang berakhir bahagia, tapi tidak semuanya berakhir sama seperti itu karena saya juga memiliki pengalaman lain yang sad ending meski penurunannya tidak sampai 80%. Pengalaman itu akan saya ceritakan pada postingan saya berikutnya. Happy cuan, semoga bermanfaat!
No comments:
Post a Comment
hanya 5% komentar yang akan dimuat. Biasanya sih komentar cerdas. Jadi jangan sia-siakan waktu kamu hanya untuk nyepam